Minggu, 11 Oktober 2020
Pendidikan Kesehatan Reproduki, Seberapa Pentingkah ?
Kesehatan reproduksi remaja adalah suatu keadaan yang sempurna baik secara fisik, mental, dan sosial, dan bukan semata-mata terbebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya. Sedangkan kesehatan reproduksi menurut WHO dan ICPD (International Conferenceon Population and Development) 1994 dalam Made Oka Negara (2005) yang diselenggarakan di Kairo , Kesehatan Reproduksi adalah keadaan sehat yang menyeluruh, meliputi aspek fisik, mental dan sosial dan bukan sekedar tidak adanya penyakit atau gangguan segala hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi, fungsinya maupun proses repoduksi itu sendiri.
Pada dasarnya remaja perlu memiliki pengetahuan seputar kesehatan reproduksi. Tak hanya untuk menjaga kesehatan dan fungsi organ tersebut, informasi yang benar terhadap pembahasan ini juga bisa menghindari remaja melakukan hal-hal yang tidak diinginkan.
Diseluruh dunia remaja usia 15-19 tahun yang melakukan seks pranikah sebanyak 16 juta mengalami kehamilan (WHO, 2012).
Bersumber data dari survei demografi kesehatan Indonesia 2012, dan survei tambahan mengenai kesehatan reproduksi remaja, di Indonesia angka kehamilan pada remaja usia 15-19 tahun mencapai 48 dari 1.000 kehamilan.
Provinsi sulawesi barat menempati posisi nomor satu sebagai daerah dengan angka perkawinan anak tertinggi di Indonesia. menurut data Badan Pusat Statistik Sulawesi Barat tahun 2015 merilis ada 11,58 % anak di Sulawesi Barat menikah pada usia dibawah 16 tahun. Sedangkan Persentase perempuan berumur 20-24 tahun yang pernah kawin yang umur perkawinan pertamanya di bawah 18 tahun di privinsi Sulawesi Barat tahun 2017 menempati urutan ke empat tertinggi di Indonesia yaitu 36,93%. Sedangkan Pada data Dinas Kesehatan Kabupaten Mamuju Tengah tahun 2016 dari 2.888 kehamilan terdapat sekitar 86 kehamilan
Saat pendidikan seks menjadi hal yang tabu
Banyak kalangan yang beranggapan bahwa masalah kesehatan reproduksi hanyalah masalah kesehatan sebatas sekitar proses kehamilan dan melahirkan , sehingga dianggap bukan masalah kaum remaja. Apalagi jika pengertian remaja adalah sebatas mereka yang belum menikah. Disisi lain, banyak yang masih mentabukan untuk membahas masalah kesehatan reproduksi remaja karena membahas masalah tersebut juga akan berarti membahas masalah hubungan seks dan pendidikan seks. Padahal menelisik lebih dalam proses reproduksi sendiri merupakan proses melanjutkan keturunan yang menjadi tanggung jawab bersama antara laki-laki maupun perempuan. Karena itu baik laki-laki maupun perempuan harus tahu dan mengerti mengenai berbagai aspek kesehatan reproduksi.
Pada dasarnya remaja perlu memilki pengetahuan seputar kesehatan reproduksi. Tak hanya untuk menjaga kesehatan dan fungsi organ tersebut informasi yang benar yang didapat oleh remaja mengenai kesehatan reproduksi bisa menghindarkan remaja melakukan hal-hal yang tidak diinginkan. Dengan pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi membuat seorang remaja dapat bertanggung jawab terhadap kesehatan reproduksinya sendiri, sehingga dapat berfikir ulang sebelum melakukan tindakan.
Meningkatkan pendidikan kesehatan remaja
Dalam wawasan pengembangan kemanusiaan, merumuskan pelayanan kesehatan reproduksi sangat penting mengingat dampaknya juga terasa dalam kualitas hidup pada generasi berikutnya. Sejauh mana orang dapat menjalankan fungsi dan proses reproduksinya secara aman dan sehat sesungguhnya tercermin dari kondisi kesehatan selama siklus kehidupannya mulai dari saat konsepsi, masa anak, masa remaja, dewasa hingga masa pasca usia reproduksi.
Permasalahan utama kesehatan reproduksi remaja adalah masalah perilaku, kurangnya akses pelayanan dan kurangnya informasi yang benar dan dapat dipertanggung jawabkan. Sehingga timbul anggapan yang salah, misalnya tentang kehamilan yang tidak mungkin terjadi hanya dengan 1 kali berhubungan seksual. Semua ini berpangkal pada rendahnya pendidikan remaja tentang kesehatan reproduksi, kurangnya keterampilan petugas kesehatan dalam menangani kesehatan remaja serta kurangnya kesadaran dan kepedulian masyarakat dan semua pihak pada penanganan masalah kesehatan remaja ini, seperti banyaknya kejadian kasus kehamilan remaja dan masalah kesehatan reproduksi lainnya.
Oleh karena itu sangat penting bagi kita semua untuk menambah informasi terkait dengan kesehatan reproduksi remaja, seksualitas remaja, tahapan-tahapan yang terjadi dalam tumbuh kembang remaja serta faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku remaja.
Pengaruh tentang kesehatan reproduksi yang benar dapat memimpin seseorang kearah personal hygiene yang baik dan kearah perilaku seksual yang rasional dan bertanggung jawab. Serta dapat membantu membuat keputusan pribadi yang penting terkait seksualitas. Sebaliknya, pengetahuan seksual yang salah dapat mengakibatkan kesalahan persepsi tentang seksualitas sehingga selanjutnya akan menimbulkan perilaku seksual yang salah dengan segala akibatnya.
Meningkatnya minat pada seks, remaja selalu mencari lebih banyak informasi mengenai seks. Hanya sedikit remaja yang berharap bahwa seluk beluk tentang seks dapat diperoleh dari orang tuanya. Rasa tabu, malu, risih membuat kaum belia tidak mau bertanya kepada orang tua mengenai seks sehingga membuat mereka terperosok pada perliaku menyimpang. Disisi lain orang tua, keluarga, merasa enggan atau malu kalau harus menjelaskan masalah seks secara gamblang pada anak-anak mereka sehingga remaja mencari berbagai informasi yang mungkin dapat diperoleh dari media sosial, media elektronik atau pada pergaulannya.
Masalah kesehatan reproduksi remaja di Indonesia kurang mendapat perhatian yang cukup, banyak kalangan yang berpendapat bahwa masalah kesehatan remaja seperti masalah medis lainnya hanya menjadi urusan kalangan medis saja, sedang disisi lain pemahaman tentang kesehatan reproduksi untuk remaja dikalangan medis juga masih kurang.
Menyerahkan urusan kesehatan reproduksi remaja ke pihak sekolah juga merupakan hal yang tidak relevan, dikarenakan sekolah sudah mempunyai kurikulumnya sendiri, sehingga untuk intervensi perubahan kurikulumpun dalam hal ini menjadi intervensi pemegang kebijakan.
Menarik benang merah dari berbagai masalah yang kesehatan reproduksi remaja, bahwa pendidikan kesehatan reproduksi remaja tidak hanya menjadi tanggung jawab satu atau dua pihak saja, tapi harusnya melibatkan semua sektor baik dari keluarga,kalangan medis, pihak sekolah maupun sumber informasi yang dapat diakses oleh remaja . Dalam hal ini pemegang kebijakan sangat berperan penting untuk membatasi masuknya informasi yang tidak mendidik (sebagai contoh masih banyak sinteron dengan tema percintaan remaja yang tayang di TV),orang tua atau keluarga berperan sebagai kontrol masuknya informasi terhadap anaknya tidak mengekang atau mengintimidasi tapi memberikan pemahaman yang cukup tentang kesehatan reproduksi dan menanamkan nilai dan norma yang baik agar remaja bisa menjaga dirinya.
Daftar Pustaka
Adolescent Development (Perkembangan Remaja) Oleh Jose Rl Batubara Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Rs Dr Cipto Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran Universsitas Indonesia Jakarta Dikutip Dari Sari Pediatri vol. 12, No. 1 juni 2010
Amalia. (2009), The Book Of Puberty, Atria, Jakarta.
Ismainar, Hetty., dkk. Buku ajar kesehatan reproduksi remaja—Ed.1, Cet.1—Yogyakarta: Deepublish,November 2016
Santrock, J.W.,2003. Adolescence : Perkembangan Remaja. Jakarta: Penerbit Erlangga
Sarlito, S. 2000. Psikologi Remaja. Jakarta : PT. Rajawali Press
Sebayang, Wellina., dkk. Perilaku Seksual Remaja —Ed.1, Cet.1—Yogyakarta: Deepublish, Yogyakarta 2018
Suryansyah, Adityah (2010), Panik Saat Puber? Say No !!!, Dian Rakyat. Jakarta
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar