Minggu, 11 Oktober 2020

Kolaborasi Bidan dengan Tenaga Kesehatan Lainnya 1. Kolaborasi bidan dengan tim kesehatan lainnya dalam menangani ibu hamil dengan kekurangan energi kronik a. Kolaborasi dengan pelaksana gizi puskesmas Dalam menangani ibu hamil dengan kekurangan energi kronik bidan harus berkolaborasi dengan pelaksana gizi puskesmas, dalam hal ini pelaksana gizi puskesmas untuk memberikan ibu konseling gizi , cek status gizi ibu, cara mengatur porsi dan jeni makanan ibu hamil dan memberikan ibu hamil makanan/biskuit untuk ibu hamil. b. Kolaborasi dengan Dokter Dalam hal penanganan ibu hamil dengan KEK bidan berkolaborasi dengan dokter untuk pemberian tablet penambah darah dan mencari penyebab lain dari KEK dalam hal ini dokter menginstruksikan untuk melakukan cek HB pada ibu hamil. c. Kolaborasi dengan analis Fungsi analis yaitu melakukan pemeriksaan laboraturium untuk melihat kadar HB pada ibu hamil. Prevalensi anemia pada ibu hamil KEK sangat tinggi sehingga penting untuk dilakukan cek HB. d. Kolaborasi dengan apoteker Apoteker berwenang untuk memberikan obat/suplemen dan mengajarkan kepada ibu cara yang tepat mengkonsumsi suplemen zat besi pada ibu hamil sehingga asuhan kebidanan pada ibu hamil KEK tidak lepas dari kolaborasi antara bidan dan apoteker 2. Kolaborasi bidan dengan tim kesehatan lainnya dalam menangani ibu bersalin dengan letak bokong Letak sungsang atau persentasi bokong merupakan letak memanjang dengan kepala janin di fundus dan bokong di bagian kavum uteri. Sebagai contoh kasus kolaborasi dalam pertolongan persalinan dengan letak bokong ibu datang dengan pembukaan hampir lengkap di Puskemas sehingga tidak memungkinkan untuk di rujuk di RS. a. Kolaborasi dengan dokter Pertolongan persalinan dengan letak bokong dalam hal ini dokter bertindak sebagai pemimpin persalinan. Memberikan instruksi kepada bidan terkait obat dan tekhnik pertolongan persalinan yang akan dilakukan. b. Kolaborasi dengan perawat Pertolongan persalinan dengan bokong baiknya dibantu minimal 3 tenaga kesehatan mengingat bayi dengan letak bokong beresiko besar lahir dengan asfiksia dalam hal ini perawat bertindak membantu menolong persalinan dan sebagai astisten apabila dibutuhkan resusitasi pada bayi. c. Kolaborasi dengan analis Setiap ibu yang akan bersalin baik fisiologis maupun patologis dilakukan cek kadar hemoglobin dalam darahnya sehingga dalam pertolongan persalinan bidan juga harus berkolaborasi dengan analis. d. Kolaborasi dengan apoteker Kolaborasi dengan apoteker juga sangat dibutuhkan bidan dalam menyiapkan obat yang dibutuhkan untuk ibu yang akan bersalin. 3. Kolaborasi bidan dengan tim kesehatan lainnya dalam penanganan ibu nifas dengan gangguan kejiwaan. Tidak di pungkiri bahwa gangguan kejiwaan pada ibu nifas kadang terjadi mengingat perubahan hormon yang sangat signifikan, dukungan keluarga dan lingkungan terhadap ibu nifas, ataupun dari faktor keturunan. a. Kolaborasi dengan perawat/pemegang program ODGJ Dalam hal ini bidan berkolaborasi dengan perawat/pemegang program ODGJ untuk melihat tanda dan gejala ibu nifas mengalami gangguang kejiwaan. b. Kolaborasi dengan dokter umum Setelah melakukan pemeriksaan dan pengkajian terkait kondisi ibu nifas bidan dengan pemegang program ODGJ melakukan kolaborasi dengan dokter umum yang ada dipuskesmas, lalu kemudian diberikan advis untuk ibu dirujuk ke psikolog. c. Kolaborasi dengan psikolog Dalam hal ini sangat penting kolaborasi antara bidan dan psikolog untuk memberikan terapi pada ibu nifas dengan gangguan kejiwaan.
SOP BENDUNGAN ASI SPO No. Dokumen: 445/UKP.VII.SOP.3334/I/2019 Ditetapkan oleh Kepala Puskesmas Tobadak Boiman.Amd. Kep Nip.19730303 199503 1002 No. Revisi: 1 TanggalTerbit: 2/VI/2020 Halaman : 1/2 Pengertian 1. Bendungan air susu diartikan sebagai pembengkakan pada payudara karena pengingkatan aliran vena limfe sehingga menyebabkan bendungan ASI dan rasa nyeri seperti kenaikan suhu badan. 2. Bendungan ASI adalah pembendungan asi susu karena penyempitan duktus laktiferi atau oleh kelenjar-kelenjar tidak dikosongkan dengan sempurna atau karna kelainan pada putting susu Tujuan Agar ibu bisa menyusui anaknya dengan baik dan tidak terjadi pembengkakan pada payudara Kebijakan Semua Bidan yang melakukan tindakan keperawatan harus sesuai dengan SOP yang berlaku Referensi 1. JNPK-KR, Buku acuan APN 2010 2. SK Kepala Puskemas Tobadak tentang jenis pelayanan dan jaringannya 3. Pedoman bagi ibu hamil, bersalin, nifas dan bayi baru lahir di era pandemi Covid-19, Kemenkes 2020 Prosedur / Langkah – Langkah : A. Persiapan Alat 1. Sarung tangan 2. Masker bedah 3. Faceshield 4. Waslap 5. Air hangat 6. Baby Oil 7. Handuk untuk ibu 8. Sabun untuk cuci tangan B. Persiapan Klien 1. Menganjurkan ibu untuk tetap memakai masker selama dilakukan tindakan C. Pelaksanaan 1. Mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun 2. Memakai APD Level 1 3. Menyiapkan alat 4. Menyapa ibu dan jelaskan prosedur 5. Mengatur posisi ibu senyaman mungkin , minta duduk dan bersandar dikursi 6. Menyelimuti tubuh bagian atas dengan handuk mandi 7. Mengompres payudara dengan waslap yang dibasahi air hangat selama 5 menit 8. Melakukan pengurutan payudara kearah putting susu 9. Memencet areola mammae untuk mengeluarkan ASI dengan cara a. Letakkan ibu jari dan telunjuk diluar daerah areola b. Tekan kedalam menggunakan ibu jari dan telunjuk ke arah pangkal payudara c. Peras dengan ibu jari dan telunjuk sehingga ASI dari bagian payudara terpancar keluar 10. Meletakkan waslap yang dibasahi dengan air dingin pada payudara 11. Memasang kembali pakaian atas dan BH pasien 12. Menganjurkan ibu duduk nyaman dengan punggung bersandar di kursi 13. Menyarankan ibu menyusui sesering mungkin , paling sedikit 2-3 jam sehari atau kapanpun bila bayi mau 14. Membereskan alat 15. Mencuci tangan dengan air bersih mengalir dan sabun 16. Melakukan pendokumentasian Unit Terkait Ruang Nifas
Pendidikan Kesehatan Reproduki, Seberapa Pentingkah ? Kesehatan reproduksi remaja adalah suatu keadaan yang sempurna baik secara fisik, mental, dan sosial, dan bukan semata-mata terbebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya. Sedangkan kesehatan reproduksi menurut WHO dan ICPD (International Conferenceon Population and Development) 1994 dalam Made Oka Negara (2005) yang diselenggarakan di Kairo , Kesehatan Reproduksi adalah keadaan sehat yang menyeluruh, meliputi aspek fisik, mental dan sosial dan bukan sekedar tidak adanya penyakit atau gangguan segala hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi, fungsinya maupun proses repoduksi itu sendiri. Pada dasarnya remaja perlu memiliki pengetahuan seputar kesehatan reproduksi. Tak hanya untuk menjaga kesehatan dan fungsi organ tersebut, informasi yang benar terhadap pembahasan ini juga bisa menghindari remaja melakukan hal-hal yang tidak diinginkan. Diseluruh dunia remaja usia 15-19 tahun yang melakukan seks pranikah sebanyak 16 juta mengalami kehamilan (WHO, 2012). Bersumber data dari survei demografi kesehatan Indonesia 2012, dan survei tambahan mengenai kesehatan reproduksi remaja, di Indonesia angka kehamilan pada remaja usia 15-19 tahun mencapai 48 dari 1.000 kehamilan. Provinsi sulawesi barat menempati posisi nomor satu sebagai daerah dengan angka perkawinan anak tertinggi di Indonesia. menurut data Badan Pusat Statistik Sulawesi Barat tahun 2015 merilis ada 11,58 % anak di Sulawesi Barat menikah pada usia dibawah 16 tahun. Sedangkan Persentase perempuan berumur 20-24 tahun yang pernah kawin yang umur perkawinan pertamanya di bawah 18 tahun di privinsi Sulawesi Barat tahun 2017 menempati urutan ke empat tertinggi di Indonesia yaitu 36,93%. Sedangkan Pada data Dinas Kesehatan Kabupaten Mamuju Tengah tahun 2016 dari 2.888 kehamilan terdapat sekitar 86 kehamilan Saat pendidikan seks menjadi hal yang tabu Banyak kalangan yang beranggapan bahwa masalah kesehatan reproduksi hanyalah masalah kesehatan sebatas sekitar proses kehamilan dan melahirkan , sehingga dianggap bukan masalah kaum remaja. Apalagi jika pengertian remaja adalah sebatas mereka yang belum menikah. Disisi lain, banyak yang masih mentabukan untuk membahas masalah kesehatan reproduksi remaja karena membahas masalah tersebut juga akan berarti membahas masalah hubungan seks dan pendidikan seks. Padahal menelisik lebih dalam proses reproduksi sendiri merupakan proses melanjutkan keturunan yang menjadi tanggung jawab bersama antara laki-laki maupun perempuan. Karena itu baik laki-laki maupun perempuan harus tahu dan mengerti mengenai berbagai aspek kesehatan reproduksi. Pada dasarnya remaja perlu memilki pengetahuan seputar kesehatan reproduksi. Tak hanya untuk menjaga kesehatan dan fungsi organ tersebut informasi yang benar yang didapat oleh remaja mengenai kesehatan reproduksi bisa menghindarkan remaja melakukan hal-hal yang tidak diinginkan. Dengan pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi membuat seorang remaja dapat bertanggung jawab terhadap kesehatan reproduksinya sendiri, sehingga dapat berfikir ulang sebelum melakukan tindakan. Meningkatkan pendidikan kesehatan remaja Dalam wawasan pengembangan kemanusiaan, merumuskan pelayanan kesehatan reproduksi sangat penting mengingat dampaknya juga terasa dalam kualitas hidup pada generasi berikutnya. Sejauh mana orang dapat menjalankan fungsi dan proses reproduksinya secara aman dan sehat sesungguhnya tercermin dari kondisi kesehatan selama siklus kehidupannya mulai dari saat konsepsi, masa anak, masa remaja, dewasa hingga masa pasca usia reproduksi. Permasalahan utama kesehatan reproduksi remaja adalah masalah perilaku, kurangnya akses pelayanan dan kurangnya informasi yang benar dan dapat dipertanggung jawabkan. Sehingga timbul anggapan yang salah, misalnya tentang kehamilan yang tidak mungkin terjadi hanya dengan 1 kali berhubungan seksual. Semua ini berpangkal pada rendahnya pendidikan remaja tentang kesehatan reproduksi, kurangnya keterampilan petugas kesehatan dalam menangani kesehatan remaja serta kurangnya kesadaran dan kepedulian masyarakat dan semua pihak pada penanganan masalah kesehatan remaja ini, seperti banyaknya kejadian kasus kehamilan remaja dan masalah kesehatan reproduksi lainnya. Oleh karena itu sangat penting bagi kita semua untuk menambah informasi terkait dengan kesehatan reproduksi remaja, seksualitas remaja, tahapan-tahapan yang terjadi dalam tumbuh kembang remaja serta faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku remaja. Pengaruh tentang kesehatan reproduksi yang benar dapat memimpin seseorang kearah personal hygiene yang baik dan kearah perilaku seksual yang rasional dan bertanggung jawab. Serta dapat membantu membuat keputusan pribadi yang penting terkait seksualitas. Sebaliknya, pengetahuan seksual yang salah dapat mengakibatkan kesalahan persepsi tentang seksualitas sehingga selanjutnya akan menimbulkan perilaku seksual yang salah dengan segala akibatnya. Meningkatnya minat pada seks, remaja selalu mencari lebih banyak informasi mengenai seks. Hanya sedikit remaja yang berharap bahwa seluk beluk tentang seks dapat diperoleh dari orang tuanya. Rasa tabu, malu, risih membuat kaum belia tidak mau bertanya kepada orang tua mengenai seks sehingga membuat mereka terperosok pada perliaku menyimpang. Disisi lain orang tua, keluarga, merasa enggan atau malu kalau harus menjelaskan masalah seks secara gamblang pada anak-anak mereka sehingga remaja mencari berbagai informasi yang mungkin dapat diperoleh dari media sosial, media elektronik atau pada pergaulannya. Masalah kesehatan reproduksi remaja di Indonesia kurang mendapat perhatian yang cukup, banyak kalangan yang berpendapat bahwa masalah kesehatan remaja seperti masalah medis lainnya hanya menjadi urusan kalangan medis saja, sedang disisi lain pemahaman tentang kesehatan reproduksi untuk remaja dikalangan medis juga masih kurang. Menyerahkan urusan kesehatan reproduksi remaja ke pihak sekolah juga merupakan hal yang tidak relevan, dikarenakan sekolah sudah mempunyai kurikulumnya sendiri, sehingga untuk intervensi perubahan kurikulumpun dalam hal ini menjadi intervensi pemegang kebijakan. Menarik benang merah dari berbagai masalah yang kesehatan reproduksi remaja, bahwa pendidikan kesehatan reproduksi remaja tidak hanya menjadi tanggung jawab satu atau dua pihak saja, tapi harusnya melibatkan semua sektor baik dari keluarga,kalangan medis, pihak sekolah maupun sumber informasi yang dapat diakses oleh remaja . Dalam hal ini pemegang kebijakan sangat berperan penting untuk membatasi masuknya informasi yang tidak mendidik (sebagai contoh masih banyak sinteron dengan tema percintaan remaja yang tayang di TV),orang tua atau keluarga berperan sebagai kontrol masuknya informasi terhadap anaknya tidak mengekang atau mengintimidasi tapi memberikan pemahaman yang cukup tentang kesehatan reproduksi dan menanamkan nilai dan norma yang baik agar remaja bisa menjaga dirinya. Daftar Pustaka Adolescent Development (Perkembangan Remaja) Oleh Jose Rl Batubara Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Rs Dr Cipto Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran Universsitas Indonesia Jakarta Dikutip Dari Sari Pediatri vol. 12, No. 1 juni 2010 Amalia. (2009), The Book Of Puberty, Atria, Jakarta. Ismainar, Hetty., dkk. Buku ajar kesehatan reproduksi remaja—Ed.1, Cet.1—Yogyakarta: Deepublish,November 2016 Santrock, J.W.,2003. Adolescence : Perkembangan Remaja. Jakarta: Penerbit Erlangga Sarlito, S. 2000. Psikologi Remaja. Jakarta : PT. Rajawali Press Sebayang, Wellina., dkk. Perilaku Seksual Remaja —Ed.1, Cet.1—Yogyakarta: Deepublish, Yogyakarta 2018 Suryansyah, Adityah (2010), Panik Saat Puber? Say No !!!, Dian Rakyat. Jakarta