1. Jenis-Jenis Obat Antimalaria
Obat antimalaria yang ideal adalah obat yang efektif terhadap semua jenis dan stadium parasit, menyembuhkan infeksi akut maupun laten, cara pemakaiannya mudah, harganya terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, mudah diperoleh, efek samping ringan dan toksisitas rendah. Aktivitas antimalaria biasanya hanya terbatas pada satu atau dua stadium saja dari seluruh daur hidup parasit sehingga cukup sulit untuk memperoleh obat antimalaria yang ideal tersebut. Berdasarkan tempat dan cara kerja, obat antimalaria dapat dibagi menjadi beberapa golongan yaitu :
a. Tissue Schizontocide (Skizontosida Jaringan)
1) Proguanil, dan pirimetamin
Obat ini bekerja pada stadium pre eritrositik di jaringan hepar, sehingga dapat mencegah terjadinya siklus eritrositik.
2) Primakuin
Obat ini mempunyai efek yang kuat untuk membunuh bentuk-bentuk parasit di jaringan (hepatosit) termasuk hipnozoit, oleh karena itu juga dipakai untuk mencegah kekambuhan pada P.vivax dan P. Ovale.1, 2 Obat ini tidak diberikan pada bayi, ibu hamil dan penderita defisiensi G-6PD. Efek samping yang pernah dilaporkan yaitu gangguan saluran pencernaan (mual, muntah dan sakit perut), gangguan sistem hemopoietik (anemia, leukopenia, dan methemoglobinemia). Sampai saat ini belum ada cara dan penelitian untuk mengetahui Plasmodium resisten terhadap primakuin.
b. Blood Schizontocide (Skizontosida Darah)
Obat ini paling banyak digunakan untuk malaria, obat ini bekerja pada stadium eritrositik, tidak hanya pada skizon tetapi juga stadium aseksual yang lain seperti bentuk cincin, trofozoit stadium lanjut. Contoh obat ini yaitu :
1) Klorokuin
Penggunaannya cukup luas karena efektif, murah dan aman, hanya saja kasus resistensi terhadap klorokuin telah dilaporkan terjadi hampir diseluruh dunia, khususnya di Asia tenggara termasuk Indonesia. Bahkan di Thailand, resistensi terhadap klorokuin telah mencapai 100%, sehingga tidak efektif lagi
Efek samping klorokuin yang pernah dilaporkan yaitu pusing, vertigo, pandangan kabur, mual, muntah, sakit perut, dan pruritus. Keracunan dapat terjadi pada anak-anak karena kecelakaan (tertelan) dan pada orang dewasa pada percobaan bunuh diri, gangguan yang terjadi dapat merupakan gangguan neurologis (kelemahan otot, pusing, kejang-kejang, dll), saluran pencernaan (mual, muntah, dan diare), saluran nafas (nafas pendek dan dangkal, pernafasan lumpuh), kardiovaskular (hipotensi, blokade atrioventrikular, aritmia dan jantung lumpuh).
2) Sulfadoksin-Pirimetamin
Mulai dipakai sebagai obat alternatif sejak tahun 1990 dengan angka kesembuhan 90%. Tetapi timbulnya resistensi terhadap pirimetamin dan kombinasinya telah dilaporkan sejak tahun 1975 dan ada kecenderungan meningkat. Di Thailand, pemakaian fansidar sudah dihentikan, dan sejak tahun 1985 digunakan obat kombinasi lain yaitu MSP (Meflokuin-Sulfadoksin-Pirimetamin).
Obat ini tidak diberikan untuk bayi. Efek samping yang pernah dilaporkan yaitu timbul bercak kulit kemerahan disertai rasa gatal, dan sindroma steven jhonson.
c. Kuinin atau kina
Obat ini masih merupakan obat yang efektif bagi malaria, meskipun sempat bergeser penggunaannya oleh pemakaian klorokuin. Sejak meningkatnya angka resistensi terhadap klorokuin hampir diseluruh bagian dunia, maka seja tahun 1960 kuinin mulai dipertimbangkan lagi penggunaannya dan ternyata masih tetap unggul sampai sekarang. Kombinasi kuinin dengan tetrasiklin dipakai sebagai terapi standard terhadap P.falciparum yang resisten bahkan dapat meningkatkan angka kesembuhan dari 75% menjadi lebih dari 95%. Pada pengobatan kina parenteral dapat terjadi hipoglikemia, dan efek samping lain yang sering dilaporkan yaitu pusing, tinnitus, dan mual.
d. Kuinidin
Kuinidin adalah obat jantung yang diperkenalkan sebagai pengganti kuinin. Efek antimalaria kuinidin lebih kuat dibandingkan dengan kuinin untuk malaria falsiparum. Berdasarkan penelitian di Bangkok Hospital for Tropical Disease pada tahun 1982, angka kesembuhan kuinidin untuk malaria bisa mencapai 100%. Walaupun demikian penggunaan kuinin tidak terlampau luas karena efek sampingnya terhadap sistem kardiovaskular.
e. Meflokuin
Obat ini mulai diperkenalkan tahun 1980-an. Dengan dosis 15mg/kgBB dosis tunggal oral tingkat kesembuhannya mencapai 95%. Tetap pada tahun 1982 telah ada laporan timbulnya resistensi terhadap obat ini. Kombinasi dengan sulfadoksin-pirimetamin (MSP) telah dicoba untuk mengatasi keadaan ini. Berdasarkan hal tersebut perlu diadakan upaya antisipasi timbulnya resistensi terhadap berbagai macam obat.1,2 Efek samping yang pernah dilaporkan yaitu gangguan neuropsikiatri (cemas, halusinasi, sulit tidur, psikosis, ensefalopati, dan kejang-kejang), pusing, mual, muntah, sakit perut, diare, dan gangguan kardiovaskular (bradikardia dan sinus aritmia)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar