MANDAR DALAM PERSPEKTIF LONTAR MANDAR
Oleh :
A.Muis Mandra
(Sumber : Kumpulan Makalah Seminar Sehari Menggagas Perubahan Nama Kabupaten Polewali Mamasa Pasca UU 11 2002 Oleh DPD KNPI Polewali Mandar)
I. PENDAHULUAN
Kata atau istilah Mandar dalam lontar Mandar, teramat banyak ditemukan dalam arti dan kepentingan yang berbeda-beda, namun tidaklah semua arti dan kepentingan yang berbeda-beda tersebut masuk kriteria yang dimaksud dalan judul diatas, melainkan yang dimaksud adalah bahagian-bahagian terpenting sehubungan dengan hakekat keberadaan Mandar itu sendiri, terutama apa itu Mandar dan hubungannya dengan kehidupan manusia yang berpredikat orang Mandar.
Menurut Panitia Pelaksana Seminar Perubahan Nama Kabupaten Polewali Mamasa dalam suratnya pada Penulis, konon ada kehendak dari salah satu tokoh Masyarakat Polmas untuk mengganti nama Kabupaten Polewali Mamasa menjadi Kabupaten Mandar?
Berhubung lahirnya kehendak diataslah yang menjadi cikal bakal dipilihnya judul di atas untuk dibahas dalam suatu seminar sehari, guna mengetahui secara pasti berdasarkan sejarah Mandar, apakah mungkin bisa, layak dan sesuai nama/istilah Mandar dijadikan pengganti nama kabupaten Polewali Mamasa,atau ada nama lain yang lebih layak digunakan untuk jadi nama pengganti Kabupaten Polmas tersebut.
Untuk mendeteksi layak atau tidaknya istilah Mandar tersebutd igunakan sebagai pengganti nama Kabupaten Polmas, kita wajib melihat dengan teliti, seksama dan penuh pengertian secara logika berdasarkan kejujuran intelektual tentang existensi dan keadaan logis keduanya, yakni Mandar dan Polewali Mamasa.
Berikut ini Penulis akan berusaha sebatas kemampuan, teramat minim yang penulis miliki, untuk membahas Mandar dalam pandangan budaya Mandar agar jelas bagi kita tentang layak tidaknya istilah Mandar dijadikan nama pengganti Kabupaten Polmas, sebagai berikut :
Sebelum penulis berusaha membahas tentang Mandar dalam pengertian Lontar/Budaya Mandar dan lepas dari layak atau tidak layak istilah Mandar dijadikan pengganti nama Kabupaten Polmas, terlebih dahulu Penulis mengemukakan pendapat pribadi Penulis sehubungan dengan kehendak menggunakan kata/istilah Mandar menjadi nama Kabupaten Polmas, sebagai berikut:
Kehendak ini harus dibicarakan lebih dahulu sesuai dengan prosedur berdasarkan tradisi budaya Mandar, yakni wajib dibicarakan melalui seminar atau kongres yang dihadiri oleh seluruh Mandar yang wilayahnya bekas seluruh Kerajaan di Pitu Ulunna Salu dan Pitu Bagbana Binanga, ditambah bekas kerajaan di Tiparittiqna Ukai yakni bekas kerajaan Alu, Taramanuq dan Tuqbi, karena menurut fakta sejarah, disinyalir, penggunaan istilah Mandar secara formal dan resmi di seluruh wilayah Mandar, dimulai dalam Allamungang Batu di Lujo atau lebih lazim dikenal dengan istilah Sipamandaq di Lujo.
Menurut Penulis, lepas dari boleh atau tidak, layak atau tidak layak, namun apapun yang diputuskan dalam pertemuan seluruh Mandar tersebut, selalu absah dan sah untuk dilakukan di dalam wilayah Mandar.
II. PEMBAHASAN
A. Keberadaan Mandar
Dengan memahami logika sejarah Mandar, kita tak mampu mengingkari, bahwa Mandar tak lebih dari nama/istilah kesatuan Suku dan Budaya untuk seluruh rakyat yang mendiami wilayah Mandar. Itu sebabnya sepanjang sejarah sama sekali tidak pernah ada Kerajaan Mandar yang rajanya disebut Raja Mandar dan menguasai seluruh Mandar. Yang pernah ada di Zaman tradisional adalah raja-raja di Mandar yang jumlahnya empat belas, yakni Kerajaan Tabulahang, Kerajaan Rantebulahang, Kerajaan Aralle, Kerajaan Mambi, Kerajaan Matangnga, Kerajaan Tabang, dan Kerajaan Bambang dikelompok Pitu Ulunna Salu, Berikut Kerajaan Balanipa, Kerajaan Sendana, Kerajaan Banggae, Kerajaan Pamboang, Kerajaan Tappalang, Kerajaan Mamuju, dan Kerajaan Benuang dikelompok Pitu Babaqna Binanga, yang masing-masing berkuasa/berdaulat penuh di dalam kerajaannya dan mempunyai derajat yang sama di antara kerajaan-kerajaan tersebut.
B. Letak Geografis Mandar
Wilayah Mandar terletak di ujung utara Sulawesi Selatan tepatnya di Sulawesi Barat dengan letak geografis antara 1o-3o Lintang Selatan dan antara 118o-119o Bujur Timur.
C. Luas Wilayah Mandar
Luas wilayah Mandar adalah 23.539,40 Km2, terurai dengan :
1.Luas Kab.Mamuju & Mamuju Utara: 11.622.40 Km2
2.Luas Kabupaten Majene: 1.932.00 Km2
3.Luas Kabupaten Polewali Mamasa: 9.985.00 Km2
Jadi luas Kabupaten Polewali sendiri: 9.985.00 Km2
Dikurangi luas Kabupaten Mamasa sekarang : Km2
D. Batas-Batas Wilayah Mandar :
Semula dari saman dahulu kala, minimum di zaman Penjanjian atau Allamungang Batu di Lujo, batas-batas wilayah Mandar adalah :
-Sebelah Utara dengan Lalombi, wilayah Sulawesi Tengah
-Sebelah Timur dengan Kabupaten Poso, Kabupaten Luwu dan Kabupaten Tanah Toraja
-Sebelah Selatan dengan Binanga Karaeng, Kabupaten Pinrang
-Sebelah Barat dengan Selat Makassar
Kini batas Mandar di Utara berubah jadi Suremana, yang berarti kita kehilangan
wilayah lebih sepuluh kilometer, dan juga kehilangan lebih sepuluh kilometer di Selatan, karena batas wilayah Mandar di Selatan sekarang sudah bukan Binanga Karaeng, tapi Paku.
E. Mandar Dalam Beberapa Perjanjian Internal Mandar :
Sebelum Mandar secara resmi memakai istilah Mandar, leluhur Mandar tampil dengan dua predikat yang baku dan umum disepakati oleh leluhur di Mandar, yakni dua predikat kelompok yaitu kelompok kerajaan di daerah pegunungan yang lazim dikenal dengan istilah Pitu Ulunna Salu (tujuh kerajaan di hulu sungai) dan kelompok kerajaan yang terletak di muara sungai, yang lazim dikenal dengan istilah Pitu Baqbana Binanga (tujuh kerajaan di muara sungai), mereka leluhur Mandar menggunakan istilah “Hulu” dan “Muara” sungai, perlambang jalinan persatuan antara dua kelompok itu teramat erat yang tidak mungkin bisa dipisahkan, laksana satu sungai yang hanya bisa dipilih antara Hulu dengan Muara. Antara lain perjanjian yang bertujuan kesepakatan bulat demi untuk hidup bersatu, seiya sekata, senasib dan sepenanggungan antara dua kelompok, ialah :
1. Perjanjian Rantebulahang :
Perjanjian ini terjadi kira-kira abad ke XVII Masehi, antara Kerajaan Rantebulahang mewakili Pitu Ulunna Salu dan Kerajaan Balanipa mewakili Pitu Baqbana Binganga. Tujuannya untuk memperkecil perbedaan pendapat, guna menjalin persatuan dan kesatuan.
2. Perjanjian Malundaq :
Perjanjian ini terjadi kira-kira abad ke XVII Masehi, antara Pitu Ulunna Salu dan Pitu Baqbana Binanga. Tujuannya untuk menyelesaikan masalah Lalilakang Tallu di Malundaq dan Lante Samballa di Taang.
3. Passullurang Basi di Lakahang :
Perjanjian ini terjadi kira-kira abad ke XVII Masehi, antara Pitu Ulunna Salu dan Pitu Babaqna Binanga. Tujuannya ialah masalah orang Passokkorang sebagai rampasan perang di Mandar dan masalah tiga perempat dari daerah Palilinq Massedan menghadap ke Pitu Ulunna Salu dan seperempatnya menhadap ke Pitu Babaqna Binanga.
4.Perjanjian Sungkiq :
Perjanjian ini terjadi kira-kira abad ke XVIII Masehi, antara Pitu Ulunna Salu, kakaruanna Tiparittiqna uhai dan Pitu Baqbana Binanga. Tujuannya menjadikan daerah paliliq massedan menjadi kakaruanna Tiparittiqna Uhai, sehingga waktu itu terjadi istilah Pitu Ulunna Salu, Kakaruanna Tiparittiqna Uhai, Pitu Baqbana Binanga.
5.Perjanjian Dama-damaq :
Perjanjian ini terjadi kira-kira abad XVIII Masehi, antara Pitu Ulunna Salu, daerah paliliq Massedan dan Pitu Baqbana Binanga. Tujuannya pembebasan daerah paliliq Massedan untuk memakai hukumannya sendiri didalam daerahnya.
6. Allamungang Batu di Luyo (Spamandaq di Lujo):
Transliterasi :
a.Taqlemi manurunna peneneang uppasambulobulo anaq, appona di Pitu Ulunna Salu, Pitu Baqbana Binanga, nasaqbi Dewata Diaya dewata diang, Dewata dikanang Dewata dikairi, Dewata diolo Dewata diboeq, menjarimi passemandarang.
b.Tannisapaq tanniatonang, maq allonang mesa mallatte samballa, siluang sambusambu sirondong langiqlangiq, tassipande peogdong tassipadundu pelango, tassipelei dipanraq tassialuppei diapiangang.
c.Sipatuppu diadaq sipalete dirapang, adaq tuho di Pitu Ulunna Salu, Adaq Mate di Muane adaqna Pitu Baqbana Binanga.
d.Saputangang di Pitu Ulunna Salu, Simbolong di Pitu Baqbana Binanga.
e.Pitu Ulunna Salu memata di Sawa, Pitu Baqbana Binanga memata di Mangiwang.
f.Sisaraqpai mato malotong anna mata mapute, anna sisaraq Pitu Ulunna Salu Pitu Baqbana Binanga.
g.Moaq diang tomangipi mangidang mambattangang tommutomuane, namappasisaraq Pitu Ulunna Salu Pitu Baqbana Binanga, sirumungngii anna musesseqi, passungi anaqna anna muanusangi sau di uwai temmembaliq.
Terjemahan :
a.Sudah terfakta kesaktian leluhur moyang menyatu bulatkan anak cucunya di Pitu Ulunna Salu dan Pitu Baqbana Binanga, diatas kesaksian Dewata (Tuhan) diatas Dewata dibawah, Dewata di kanan Dewata di kiri, Dewata dimuka Dewata di belakang, lahirlah persatuan seluruh Mandar.
b.Tak berpetak tak berpembatas, bersatu bantal bertikar selembar, sepembalut tubuh selangit-langit, saling tidak memberi makanan yang menyebabkan bisa tertulang, saling tidak memberi minuman yang memabukkan atau beracun, saling tidak meninggalkan dikesusahan, saling tidak melupakan pada kebaikan.
c.Saling menghormati hukum dan peraturan masing-masing, Hukum hidup di Pitu Ulunna Salu, Hukum mati disuami adatnya Pitu Baqbana Binanga (Kerajaan Balanipa).
d.Destar (ikat kepala) di Pitu Ulunna Salu, Sanggul di Pitu Baqbana Binanga.
e.Pitu Ulunna Salu menjaga Ular (musuh dari darat), Pitu Baqbana Binanga menjaga Hiu (musuh dari laut).
f.Nanti berpisah mata hitam dengan mata putih, baru juga bisa berpisah Pitu Ulunna Salu dengan Pitu Baqbana Binanga.
g.Barang siapa yang mimpi mengidamkan seorang anak laki-laki yang bakal memisahkan Pitu Ulunna Salu dengan Pitu Baqbana Binanga, bersepakatlah untuk segera membedah perut yang hamil itu, lalu keluarkan ubang bayi laki-laki itu, kemudian hanyutkanlah ke air yang tidak mungkin kembali lagi.
Perjanjian ini terjadi kira-kira abad ke XVIII/XIX masehi antara leluhur Mandar yang mendiami daerah Pitu Ulunna Salu dan daerah Pitu Baqbana Binanga. Tujuannya kesepakatan bulat untuk secara resmi menggunakan Mandar sebagai nama kesatuan suku dan budaya dan kesepakatan mengakui bahwa Mandar adalah wilayah yang tercakup di daerah Pitu Ulunna Salu dan Pitu Baqbana Binanga. Mulai saat itu leluhur orang Mandar mengakui penggunaan istilah Mandar secara formal dan resmi sebagai nama kesatuan suku dan budaya seluruh rakyat yang mendiami wilayah tertentu yang diberi nama Mandar.
Maka berdasarkan Sipamandaq di Lujo ini, lahirlah :
- Mandar yang mempunyai wilayah tertentu dengan letak geografis dan batas-batas tertentu.
- Mandar yang mempunyai rakyat tertentu yang di sebut suku Mandar.
- Mandar sebagai satu diantara empat etnis di Sulawesi Selatan.
- Mandar dengan budaya spesifik yang dikenal dengan budaya Mandar.
Dengan demikian, maka Mandar tidak bisa dijadikan nama salah satu kabupaten di Mandar, karena akan bertentangan dengan syarat-syarat yang dimiliki oleh Mandar, baik Mandar sebagai nama kesatuan suku budaya, maupun syarat-syarat lain seperti letak geografis, luas wilayah dan rakyat yang masuk criteria rakyat Mandar.
Kwalitas kemandaran diantara empat belas kerajaan yang ada di Mandar semua sama, yang olehnya tidak ada satu kerajaan yang bisa mengklaim nama Mandar untuk dipakai sendiri, karena Mandar adalah milik bersama empat belas bekas kerajaan di Mandar.
Kecuali apabila diadakan lagi pertemuan seluruh Mandar dan di bicarakan bersama lalu dicapai kesepakatan untuk mengisinkan salah satu bekas kerajaan di Mandar untuk memakainya, penulis rasa ini tidak ada masalah.
7. Usulan nama Alternatif :
Suatu ketika pernah penulis dipanggil alm. Haji Abdul Malik Pettana Iyendeng ke rumah beliau di Tinambung semasa beliau masih hidup, untuk berbincang mengenai pemekaran Daerah Kabupaten di seluruh Mandar menjelang lahiranya Sulbar, waktu itu penulis mengusulkan pemekaran Kabupaten Polmas menjadi tiga Kabupaten yakni :
- Kabupaten Pitu Ulunna Salu (PUS)
- Kabupaten BalBen (Balanipa Benuang)
- Kota Madiya Mandar dengan Ibu kota Tinambung, meliputi Kecamatan Campalagian dan Kecamatan Tinambung.
Dengan usul Penulis seperti diatas, penulis sangat terkejut karena selama penulis hidup sama-sama dengan beliau, baru kali itu Penulis lihat spontan beliau marah pada penulis katanya : Kau mau merusak Mandar sebagai kebanggaan satu-satunya bagi rakyat Mandar ?. mandar tidak bisa dipermak lagi, karena kapan hilang salah satu syaratnya ia tidak akan menjadi Mandar lagi, Penulis beralasan ; demi mengabadikan nama Mandar, lalu spontan beliau jawab masih dalam keadaan kelihatan marah, “Apa kamu tidak anggap Mandar cukup abadi dengan nama Suku dan Budaya Mandar ? Di Sulawesi Selatan bahkan diseluruh nusantara sangat dikenal Budaya Mandar dan Suku Mandar, apa lagi yang kau mau ? Penulis Cuma tertunduk diam saat itu. Beliau Cuma menginginkan nama “Kabupaten Balanipa, atau digabung dengan Benuang menjadi Kabupaten BalBen. Penulis menawarkan ; Kabupaten Balben (Kabupaten Balanipa Benuang), atau Kabupaten Tamajarra, atau Kabupaten Balanipa saja seperti yang beliau alm. Haji. Abdul Malik kehendaki (Lihat Foto copy rencana pemekaran beliau terlampir).
III. PENUTUP
A. Kesimpulan :
1. Mandar adalah nama kesatuan Suku dan Budaya, bukan nama suatu kerajaan, atau lain-lainnya
2. Mandar adalah nama Suku dan Budaya orang-orang yang mendiami wilayah Pitu Ulunna Salu dan Pitu Baqbana Binanga.
3.Mandar sudah ada jejak berabad-abad lalu, tapi dimulai pemakaiannya secara resmi sebagai simbol persatuan bagi seluruh rumpun Mandar,sejak Allamungang batu di Lujo.
4.Mandar adalah milik bersama secara berimbang tanpa perbedaan derajat di anatara empat belas bekas kerajaan di Mandar yang mendiami wilayah Pitu Ulunna Salu, Pitu Baqbana Binanga dengan luas dan batas-batas tertentu.
5.Karena Mandar adalah milik bersama empat belas Kerajaan di Mandar, maka tidak ada satupun bekas kerajaan di Mandar yang bisa memakai sendiri istilah Mandar, tanpa persetujuan empat belas bekas kerajaan Mandar.
B. Saran-Saran :
1.Supaya seluruh orang Mandar berteguh dan konsekuen menjadikan Mandar sebagai lambang Persatuan murni di seluruh etnis Mandar.
2.Untuk lebih mempertebal rasa kemandaran, supaya Budaya Mandar digali, dikembangkan, diamalkan, dilestarikan dan diwariskan kepada generasi Mandar di seluruh wilayah Mandar.
3.Supaya seluruh Suku Mandar yang mengaku Berbudaya Mandar, sama-sama memelihara keutuhan Mandar sebagai lambang persatuan dan kesatuan di seluruh Mandar.
4.Supaya amanah Allumungang Batu di Lujo sebagai kearifan dan Amanah leluhur Mandar, kita terima sebagai warisan leluhur Mandar yang paling berharga untuk sama-sama dipegang teguh untuk memelihara keutuhan Mandar.
5.Diusulkan nama Kabupaten BalBen (Balanipa-Benuang) untuk jadi pengganti nama Polewali-Mamasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar