A. Defenisi
Endometritis adalah peradangan yang terjadi pada endometrium, yaitu lapisan sebelah dalam pada dinding rahim, yang terjadi akibat infeksi. Terdapat berbagai bagian type endometritis yaitu :
· Endometritis post partum, yaitu radang dinding rahim sesudah melahirkan.
· Endometritis sinsitial, yaitu peradangan dinding rahim akibat tumor jinak disertai sel sintitial dan trofoblas yang banyak.
· Endometritis tuberkolosa, yaitu peradangan pada dinding rahim endometrium dan tuba fallopi.
Endometritis biasanya terjadi akibat infeksi naik dari saluran kelamin bawah. Dari persfektif patologik, endometritis dapat diklasifikasikan sebagai akut dan kronik. Endometritis akut ditandai dengan kehadiran neutrofil dalam kelenjar endometrium. Endometrium kronis ditandai dengan adanya sel plasma dan limfosit dalam stroma endometrium.
Dalam populasi non obstetrik, PID dan proses ginekologi inasi adalah prekursor paling umum untuk endometritis akut. Dalam populasi obstetrik, infeksi pasca persalinan adalah pendahulu yang paling umum. Endometritis kronis pada populasi obstetrik biasanya terkait dengan produk konsepsi ditahan setelah melahirkan atau aborsi efektif. Dalam populasi nno obstetrik, endometritis kronik telah terlihat dengan infeksi seperti klamidia, tuberkolosis, dan bakteri aginosis, dan adanya suatu alat kontrasepsi.
B. Penyebab
Mikroorganisme yang menyebabkan endometritis diantaranya : Campylobacter foetus, Brucella sp, dan trichomonas foetus. Endometritis juga dapat diakibatkan oleh bakteri oportunistik spesifik seperti : Corynebacterium pyogenes, Eschericia coli dan Fusobacterium necrophorum. Organisme penyebab biasanya mencapai agina pada saat perkawinan, kelahiran, sesudah melahirkan atau memulai sirkulasi darah.
Terdapat banyak faktor yang berkaitan dengna endometritis, yaitu retensio sekundinarum, distokia, faktor penanganan, dan siklus birahi tertunda. Selain itu, endometritis biasa terjadi setelah kejadian aborsi, kelahiran kembar, serta kerusakan jalan lahir sesudah melahirkan. Endometritis dapat terjadi sebagai kelanjutan kasus distokia atau retensi plasenta yang mengakibatkan involusi uterus pada periode sesudah melahirkan menurun. Endometritis dapat terjadi sebagai lanjutan kasus distoksia atau retensi plasenta yang mengakibatkan involusi uterus pada periode sesudah melahirkan menurun. Endometritis sering juga berkaitan dengan adanya Korpus Luteum Persistem (CLP).
C. Patogenesis
Rahim merupakan organ yang steril sedangkan pada agina terdapat banyak microorganisme oportunistik. Microorganisme dari vagina ini dapat secara asenden masuk ke rahim terutama pada saat perkawinan atau melahirkan. Bila jumlah microorganisme terlalu banyak dan kondisi rahim mengalami gangguan maka dapat terjadi endometritis. Kejadian endometritis kemungkinan besar terjadi pada saat kawin suntik atau penanganan kelahiran yang tidak higienis, sehingga banyak bakteri yang masuk seperti bakteri non spesifik, E. coli, Streptococcus, Staphilylococcus, dan Salmonella. Maupun bakteri spesifik, Brucella sp, Vibrio foetus, dan Trichomonas foetus.
D. Gejala Klinis
Gejala klinis endometriosis yaitu lendir vagina yang berwarna keputihan sampai kekuningan yang berlebihan, dan rahim membesar. Penderita dapat nampak sehat walaupun dengan lendir vagina yang kekuningan dan rahimnya tertimbun cairan. Pengaruh endometritis terhadap kesuburan dalam jangka pendek adalah menurunkan kesuburan, sedangkan dalam jangka panjang endometritis menyebabkan gangguan reproduksi karena terjadi perubahan saluran reproduksi.
Gejala klinis endometritis :
· Berupa adanya leleran vagina yang berwarna putih atau putih kekuningan yang akan meningkat pada saat serviks berdilatasi dan ada mucus vagina yang berlebihan. Leleran tersebut biasa disebut “Leucorrhea” yang berarti secret putih dan kental dari vagina dan rongga uterus.
· Terdapat tanda-tanda penyakit sistemik yang pada beberapa kasus menyebabkan penurunan produksi susu dan nafsu makan.
· Pada palpasi per rectal ditemukan adanya involusi uterus yang terasa seperti adonan.
· Dalam jangka pendek akan mengurangi fertilitas dan akan memperpanjang calving interval serta menurunkan angka service per conception (S/C).
· Sedangkan dalam jangka panjang akan menyebabkan sterilitas yang dapat menimbulkan perubahan pada traktus genitalis yang bersifat irreversible.
Endometritis dapat berupa kasus akut maupun kronis. Gejala klinis pada endometritis sering tidak begitu jelas. Demikian juga pada pemeriksaan melalui rektal atau pemeriksaan vagina hasilnya tidak jelas, khususnya bila peradangan bersifat akut.
Endometritis yang kronis disertai dengan penimbunan cairan (hidrometra) atau nanah (piometra), gejala-gejalanya akan lebih jelas, terutama pada waktu idung berbaring, akan ada cairan yang keluar dari alat kelamin luar berbentuk gumpalan nanah. Ini disebabkan uterus yang mengandung nanah atau cairan tertekan antara rantai lantai kandang dan rumen. Kadang-kadang sukar menentukan apakah cairan tersebut berasal dari uterus atau serviks, karena umumnya serviks dan vagina turut serta dalam proses peradangan. Gejala lain yang mungkin dilihat khususnya endometriosis yang akut pada sapi perah adalah suhu yang meningkat disertai adanya demam, sering urinasi, nafsu makan menurun, produk susu juga menurun, denyut nadi lemah, pernafasan cepat dan rasa sakit pada uterus, ditandai sering menengok ke belakang, ekor sering diangkat dan sering merejan.
Pada pemeriksaan rektal, uterus mungkin teraba agak membesar dan dindingnya agak menebal. Endometritis yang berderajat ringan, melalui perabaan rektal mungkin tidak teraba adanya kelainan pada uterus. Pada anjing, endometritis berat sering diikuti dengan muntah-muntah.
E. Diagnosa
Endometritis dpat terjadi secara klinis dan subklinis. Diagnosa endometritis dapat didasarkan pada riwayat kesehatan, pemeriksaan rektal, pemeriksaan vagina dan biopsi. Keluhan kasus endometrisis biasanya susah untuk mempunyai keturunan (anak), siklus birahi diperpanjang kecuali pada endometritis yang sangat ringan. Pemeriksaan vagina dapat dilakukan dengan menggunakan vaginoskop dengan melihat adanya lendir, lubang leher rahim (serviks) agak terbuka dan kemerahan di daerah vagina dan dan leher rahim. Pada palpasi per rektal akan teraba dinding rahim agak kaku dan di dalam rahim ada cairan tetapi tidak dirasakan sebagai fluktuasi (tergantung derajat infeksi).
Secara klinis karakteristik endometritis dengan adanya pengeluaran muccopurulen pada vagina, dihubungkan dengan ditundanya involusi uterus. Diagnosa endometritis tidak berdasarkan pada pemeriksaan histologis dari byopsi endometrial. Tetapi pada kondisi lapangan pemeriksaan vagiana pada palpasi traktus genital per rektum adalah tehknik yang sangat bermanfaat untuk diagnosa endometritis. Pemeriksaan visual atau manual pada vagina untuk abnormalitas pengeluaran uterus adalah penting untuk diagnosa endometritis, meski isi vagina tidak mencerminkan isi dari uterus. Flek dari pus pada vagina dapat berasal dari uterus, cervik atau vagina pada mukus tipis berawan sering dianggap normal. Sejumlah sistem penilaian telah digunakan untuk menilai tingkat involusi uterus dan cervik, pengeluaran dari vagina alami. Sistem utama yang digunakan adalah kombinasi dari diameter uterus dan cervik, penilaian isi dari vagina. Sangat penting untuk dilakukan diagnosa dan dan pemberian perlakuan pada kasus endometritis di awal periode post partus.
Kejadian endometritis dapat didiagnosa dengan adanya purulen dari vagina yang diketahui lewat palpasi rektal, diagnosa lebih lanjut seperti pemeriksaan vaginal dan biopsi mungkin diperlukan. Yang harus diperhatikan pada saat palpasi dan pemeriksaan vaginal meliputi ukuran uterus, ketebalan dinding uterus dan keberadaan cairan beserta warna, bau dan konsistensinya. Sejarah tentang trauma kelahiran, distokia, retensi plasenta atau vagina purulenta saat periode post partum dapat membantu diagnosa endometritis. Pengamatan oleh inseminator untuk memastikan adanya pus, mengidentifikasikan keradangan pada uterus.
Sejumlah kecil pus yang terdapat pada pipa inseminasi dan berwarna keputihan bukanlah suatu gejala yang mengarah pada endometritis. Keradangan pada serviks (cervisitis) dan vagina (vaginitis) juga mempunyai abnormalitas seperti itu. Bila terdapat sedikit cairan pada saat palpasi uterus, penting untuk melakukan pemeriksaan selanjutnya yaitu dengan menggunakan spekulum.
Untuk beberapa kasus endometritis klinis dan subklinis, diagnosa diperkuat dengan biopsy uterin. Pemeriksaan mikroskopis dari jaringan biopsy uterin dapat untuk memastikan terjadinya endometritis dan adanya organisme di dalam uterus.
F. Terapi
Pengobatan untuk endometritis dilakukan dengan terapi :
· Antibiotik lokal atau sistemik (oksitetrasiklin 500-1500 mg dengan pemakaian maksimal 3-6 gr intra uterine, neomisin 500-1000 mg)
· Prostaglandin atau estrasiol
· Terapi microwave dengan intensitas yang rendah
· Mengobati uterus dengan radiasi infra merah yang berintensitas rendah atau terapi laser dengan jarak 5-10 cm dari kulit, waktu tiap penyinaran kurang lebih 30 detik, dengan total waktu penyinaran 1 menit.
· Pengobatan dengan IMG-42.2, dengan jalan kontak langsung dengan horn cap, menggunaka daerah antara sakral ke-2 dan ke-3. Area kontrol dari proses fisiologi ini berada di uterus. Waktu teraoi kurang lebih 10 menit. Altrnatif lain daerah radiasi lainnya adalah antara prosesus spinosus sakral 2 dan 3, kanan kirinya berjarak 4 jari. Waktunya 5 menit untuk tiap area, dengan total waktu 10 menit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar