A. Labioskizis & Labiopalatokisizis
a. Defenisi
a) Labioskizis adalah kelainan congenital sumbing yang terjadi akibat kegagalan fusi atau penyatuan prominen maksilaris dengan prominen nasalis medial yang diikuti disrupsi kedua bibir, rahang dan palatum anterior.
b) Labiopalatokizis (cleft lift and clift palate) adalah suatu kelainan yang ddapat terjadi pada daerah mulut, palatosis (sumbing palatum), dan labiosis (sumbing pada bibir) untuk menyatu selama perkembangan embrio.
b. Etiologi
Semua janin punya celah di bibir dan langit-langit selama awal kehamilan. Dalam perkembangan janin normal, lubang ini menutup selama kehamilan. Kegagalan salah satu atau kedua lubang ini untuk menutup akan menghasilkan celah di bibir. Penyebab pasti tidak diketahui. Bibir sumbing terjadi sendiri atau dalam kombinasi dengan sumbing di sekitarnya 1 dalam 750 kelahiran, dan langit-langit bercelah terjadi pada sekitar 1 dari 2.500 kelahiran.
Umunya kelainan congenital ini berdiri sendiri dan penyebabnya tidak di ketahui dengan jelas. Selain itu dikenal beberapa syndrome atau malformasi yang disertai adanya sumbing bibir, sumbing palatum atau keduanya yang disebut kelompok syndrome clefts dan kelompok sumbing yang berdiri sendiri non syndrome clefts. Beberapa syndrome clefts adalah sumbing yang terjadi pada kelainan kromosom (trysomit 13, 18 atau 21) mutasi genetic atau kejadian sumbing yang berhubungan dengan akibat toksikosis selama kehamilan (kecanduan alcohol), infeksi rubella, penyebab non syndrome clefts dapat bersifat multifaktorial seperti masalah genetic dan pengaruh lingkungan.
Selain itu, ada penyebab lain dari labiopalatoskizis, yaitu :
» Kelainan-kelainan yang dapat menimbulkan hipoksia pada ibu sewaktu hamil
» Obat-obatan yang dapat merusak sel muda ( mengganggu mitosis ) misalnya :
sitostatika dan radiasi.
» Faktor keturunan.
c. Factor resiko
Faktor risiko adalah sesuatu yang meningkatkan kesempatan untuk mendapatkan penyakit. Angka kejadian kelainan congenital sekitar 1/700 kelahiran dan merupakan salah satu kelainan congenital yang serimg di temukan, kelainan ini berwujud sebagai labioskizis di sertai palatokizis 50%, labioskizis saja 25%. Pada 25% dari kelompok ini di temukan adanya riwayat kelainan sumbing dalam keturunan. Kejadian ini mungkin di sebabkan adanya factor toksik dan lingkungan yang mempengaruhi gen.
d. Diagnosa
Seorang dokter/bidan dapat mendiagnosa bibir sumbing atau sumbing langit-langit dengan memeriksa bayi yang baru lahir. Seorang bayi yang baru lahir dengan sumbing oral-wajah dapat didiagnosis oleh tim spesialis medis segera setelah lahir. Jarang, sebagian atau "submukus" sumbing mungkin tidak terdiagnosis selama beberapa bulan atau bahkan bertahun-tahun.
Sumbing bibir lebih mudah didiagnosis melalui ultrasound kehamilan daripada sumbing ini. Diagnosis dapat dibuat pada awal kehamilan 18 minggu. Prenatal diagnosis memberikan orangtua dan tim medis keuntungan dari perencanaan lanjutan untuk perawatan bayi.
e. Komplikasi
1) Di perkirakan sekitar 10% penderita labiopalastokizis akan menderita masalah bicara, misalnya suara sengau.
2) Karena palastokizis dapat mengganggu pertumbuhan anatomi nasofarig dan sering mengakibatkan pula terjadinya otitis media, serta gangguan pendengaran maka kerjasama dengan pihak THT sangat di perlukan.
3) Komplikasi yang sering terjadi pada penderiata labiopalatoskizis adalah :
· Ototis media
· Faringitis
· Kekurangan gizi
f. Penatalaksanaan
1) Tindakan bedah efektif yang melibatkan beberapa disiplin ilmu untuk penanganan selanjutnya.
2) Adanya kemajuan tekhnik bedah kosmetik serta kerjasama yang baik antara ahli bedah, dokter anak, dokter THT, orthodontic serta ahli wicara, maka hasil akhir tindakan koreksi kosmetik dan fungsional menjadi lebih baik. Tergantung dari berat ringannya kelainan yang ada maka tindakan bedah maupun tindakan orthodontic dilakukan secara bertahap.
3) Penutupan labioskizis biasanya di lakukan pada umur 3 bulan sedangkan labiopalastokizis biasanya ditutup pada umur 9-12 bulan menjelang anak belajar bicara yang penting dalam operasi ini adalah haruslah memperbaiki lebih dulu bagian belakangnya (bisa dicicil ) supaya anak bisa dioperasi umur 2 tahun. Untuk mencapai kesempurnaan suara, operasi dapat saja dilakukan berulang-ulang.
4) Tahapan tindakan orthodontic di perlukan untuk perbaikan gusi dan gigi
5) Pendekatan terhadap orang tua sangat penting agar mereka mengetahui masalah tindakan yang di perlukan untuk perawatan anaknya.
Contohnya :
Pemberian ASI secara langsung dapat pula diupayakan kalau ibu mempunyai reflek memancarkan air susu dengan baik yang mungkin dapat dicoba dengan sedikit menekan payudara.
Bila anak sukar menghisap sebaiknya digunakan botol peras ( squeeze bottles) untuk mengatasi gangguan menghisap dipakai dot yang panjang dengan memeras botol maka susu dapat didorong jatuh dibelakang mulut hingga dapat dihisap. Kalau anak tidak mau berikan dengan cangkir dan sendok.
B. Atresia Esophagus
a. Defenisi
Atresia berarti buntu jadi atresia esophagus adalah kelainan bawaan dimana ujung saluran esophagus buntu 60 % biasanya disertai hidramnion.
Atresia esophagus terjadi pada 1 dari 3.000-4.500 kelahiran hidup, sektar 1/3 anak yang terkena lahir premature. Pada lebih 85 % kasus, fistula antar trakea antara trakea dan esophagus distal menyertai atresia. Lebih jarang, atresia esophagus atau fistula trakeoesophagus menjadi sendiri-sendiri dengan kombinasi yang aneh.
b. Gambaran klinik
Akibat adanya atresia menyebabkan saliva terkumpul pada ujung bagian esophagus yang buntu di tandai dengan liur yang selalu meleleh dari mulut bayi dan berbuih, apabila terdapat fistula akan menyebabkan saliva mengalir keluar atau masuk ke dalam trakea. Hal ini akan lebih berbahaya apabila melalui fistula trakeo-esophagus akan menyebabkan cairan saliva mengalir ke dalam paru oleh karena itu bayi sering sianosis.
Kelainan ini bisanya baru di ketahui setelah bayi berumur 2-3 minggu dengan gejala muntah yang beberapa saat setelah minum.
c. Kelainan-kelainan dalam atresia esophagus
1. Kalasia
Adalah kelainan yang terjadi dibagian bawah esophagus (pada persambungan dengan lambung) yang tidak dapat menutup rapat sehingga bayi sering regurgitasi bila di baringkan.
Penatalaksanaan :
Bayi harus dalam posisi duduk pada waktu di beri minum, dan jangan di baringkan segera setelah minum. Biarkan ia dalam sikap duduk agak lama, baru kemudian dibaringkan miring ke kanan dengan kepala lebih tinggi.
2. Akalasia
Merupakan kebalikan dari kalasia; pada akalasia bagian distal esophagus tidak dapat membuka dengan baik sehingga terjadi keadaan seperti stenosis atau atresia. Di sebut pula sebagai spasme kardio-esophagus. Penyebaba akalasia adalah adanya kartilago traken yang tumbuh ektopik pada esophagus bagian bawah. Pada pemeriksaan mikroskopis di temukan jaringan tulang rawan dalam lapisan otot esophagus.
Pentalaksanaan :
Tindakan bedah, sebelum di operasi pemberian minum harus dengan sendok sedikit demi sedikit dengan bayi dalam posisi duduk.
d. Etiologi
Pemicu kelahiraan bawaan seperti atresia esophagus dapat di curigai :
1. Pada kasus polihidramnion ibu.
2. Bayi dalam keadaan premature
e. Tanda Dan Gejala
1. Liur yang menetes terus menerus dari mulut bayi.
2. Liur berbiuh.
3. Adanya aspirasi ketika bayi di beri minum.
4. Bayi tampak sianosis akibat aspirasi yang dialami
5. Saat bayi di beri minumbayi akan mengalami batuk seperti tercekik.
f. Komplikasi
Atresia esophagus sering di sertai kelainan bawaan yaitu :
1. Kelainan lumer esophagus biasanya di sertai dengan fistula trakeo esophagus
2. Kelainan jantung
3. Kelainan gastrointestinal (atresia duodeni, atresia ani)
4. Kelainan tulang (hemivier tebra)
5. Malformasi kardiovaskuler
6. Malformasi ginjal dan urogenital
g. Penatalaksanaan Lebih Lanjut
Anak di persiapkan untuk operasi segera. Apakah dapat di lakukan penutup fistula dengan segera atau hanya dilakukan gastrotomi tergantung pada jenis kelainan dan keadaan umum anak pada saat itu.
Sebelum dilakukan operasi, bayi diletakkan setengah duduk untuk mencegah terjadinya regurgitasi cairan lambung kedalam paru. Cairan lambung harus sering diisap untuk mencegah aspirasi.
Untuk mencegah terjadinya hipotermia, bayi hendaknya di rawat dalam incubator agar mendapatkan lingkungan yang cukup hangat. Posisnya sering di ubah-ubah, penghisapan lender harus segera di lakukan. Bayi hendaknyadi rangsang untuk menangis agar paru berkembang.
C. Atresia Ani & Atresia Rekti
a. Defenisi
Atresia rekti dan anus adalah kelainan congenital anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan. Walaupun kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat lahir, tetapi kelainan bisa terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan perineum.
b. Etiologi
Etiologi secara pasti atresia rekti dan anus belum diketahui, namun ada sumber mengatakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Pada kelainan bawaan anus umumnya tidak ada kelainan rectum, sfingter, dan otot dasar panggul.
Namun demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak memadai. Menurut peneletian beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia rekti dan anus. Orang tua yang mempunyai gen carrier penyakit ini mempunyai peluang sekitar 25% untuk diturunkan pada anaknya saat kehamilan. 30% anak yang mempunyai sindrom genetic, kelainan kromosom atau kelainan congenital lain juga beresiko untuk menderita atresia rekti dan anus. Sedangkan kelainan bawaan rectum terjadi karena gangguan pemisahan kloaka menjadi rectum dan sinus urogenital sehingga biasanya disertai dengan gangguan perkembangan septum urorektal yang memisahkannya.
c. Factor Predisposisi
Atresia rekti dan anus dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital saat lahir seperti :
1. Sindrom vactrel (sindrom dimana terjadi abnormalitas pada vertebral, anal, jantung, trachea, esofahus, ginjal dan kelenjar limfe).
2. Kelainan sistem pencernaan.
3. Kelainan sistem pekemihan.
4. Kelainan tulang belakang.
d. Klasifikasi
Secara fungsional, pasien atresia rekti dan anus dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu :
1. Yang tanpa anus tetapi dengan dekompresi adequate traktus gastrointestinalis dicapai melalui saluran fistula eksterna. Kelompok ini terutama melibatkan bayi perempuan dengan fistula rectovagina atau rectofourchette yang relatif besar, dimana fistula ini sering dengan bantuan dilatasi, maka bisa didapatkan dekompresi usus yang adequate sementara waktu.
2. Yang tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adequate untuk jalam keluar tinja. Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk menghasilkan dekompresi spontan kolon, memerlukan beberapa bentuk intervensi bedah segera. Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi yaitu :
a) Anomali rendah
Rectum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborectalis, terdapat sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal dan tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius
b) Anomali intermediet
Rectum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis; lesung anal dan sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.
c) Anomali tinggi
Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini biasanya berhungan dengan fistuls genitourinarius – retrouretral (pria) atau rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung buntu rectum sampai kulit perineum lebih dari1 cm.
e. Patofisiologi
Anus dan rectum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitoury dan struktur anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi atresia anal karena tidak ada kelengkapan migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7 dan 10 mingggu dalam perkembangan fetal.
Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sacral dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar anus menyebabkan fecal tidak dapat dikeluarkan sehungga intestinal mengalami obstrksi.
f. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang terjadi pada atresia rekti dan anus adalah kegagalan lewatnya mekonium setelah bayi lahir, tidak ada atau stenosis kanal rectal, adanya membran anal dan fistula eksternal pada perineum (Suriadi,2001).
Gejala lain yang nampak diketahui adalah jika bayi tidak dapat buang air besar sampai 24 jam setelah lahir, gangguan intestinal, pembesaran abdomen, pembuluh darah di kulir abdomen akan terlihat menonjol (Adele,1996)
Bayi muntah – muntah pada usia 24 – 48 jam setelah lahir juga merupakan salah satu manifestasi klinis atresia rekti dan anus. Cairan muntahan akan dapat berwarna hijau karena cairan empedu atau juga berwarna hitam kehijauan karena cairan mekonium.
g. Pemeriksaan Penunjang
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :
1. Pemeriksaan radiologis
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.
2. Sinar X terhadap abdomen
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk mengetahui jarak pemanjangan kantung rectum dari sfingternya.
3. Ultrasound terhadap abdomen
Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam system pencernaan dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor.
4. CT Scan
Digunakan untuk menentukan lesi.
5. Pemeriksaan fisik rectum
Kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang atau jari.
6. Rontgenogram abdomen dan pelvis
Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan dengan traktus urinarius.
h. Penatalaksanaan Medis
» Malformasi anorektal dieksplorasi melalui tindakan bedah yang disebut diseksi posterosagital atau plastik anorektal posterosagital
» Colostomi sementara
A. Obstrukti Billiaris
a. Defenisi
Suatu kelainan bawaan dimana terjadi penyumbatan pada saluran empedu sehingga cairan cairan empedu tidak dapat mengalir ke dalam usus untuk di keluarkan dalam feses (sebagai sterkobilin)
Gejala mulai terlihat pada akhir minggu dimana bayi tampak ikterus, selain itu feses tampak berwarna putih keabu-abuan dan terlihat seperti dempul. Urine menjadi lebih tua warnanya karena mengandung urobilin.
b. Etiologi
Tersumbantya saluran empedu sehingga empedu tidak dapat mengalir ke dalam usus untuk di keluarkan (sebagai sterkobilin) di dalam feses.
c. Penatalaksanaan
1. Medik
Ø Operasi
2. Keperawatan
Ø Pertahanakan kesehatan bayi dengan pemberian makanan cukup gizi sesuai dengan kebutuhan, pencegahan hipotermia, pencegahan infeksi dan lain-lain.
Ø Lakukan konseling kepada orang tua agar mereka menyadari bahwa kuning yang dialaminya bukan kuning biasa tetapi disebabkan karena adanya penyumbatan empedu.
Ø Lakukan inform consent dan inform choice untuk di lakukan rujukan.
Non, Referensinya dr mana? baiknya cantumin say :)
BalasHapusmkcie ea,,,,,,,,,,,,,,,,,,,
BalasHapusmoga bermanfaat
hmm,, ya giliran yg baca aja baca bukunya,,,, sekalian cari referensinya
BalasHapus